Thursday, January 20, 2011

Inilah Skuad Timnas U-23 yang Lolos Seleksi

Pelatih tim nasional Indonesia Alfred Riedl telah mengumumkan 26 pemain yang masuk ke dalam skuad timnas U-21 untuk menghadapi pertandingan pra Olimpiade 2011 melawan Turkmenistan tanggal 23 Februari di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, dan 9 Maret di kandang lawan.

Tidak seperti yang disebutkan Riedl kemarin, pengumuman nama para pemain tersebut hanya dilakukan melalui laman resmi PSSI. Sebelumnya, Riedl menyatakan pengumuman itu akan disampaikan langsung kepada wartawan melalui deputi bidang teknis Badan Tim Nasional [BTN] PSSI Iman Arif.

Dari 26 pemain itu, Arema menyumbang empat pemain. Selain kiper Kurnia Meiga dan striker Yongki Aribowo, pemain Singo Edan lainnya yang masuk ke dalam skuad U-23 adalah Dandi Santoso dan Ahmad Farizi.

Sedangkan Sriwijaya meloloskan tiga pemainnya. Disamping Oktovianus Maniani yang sudah mendapatkan tempat, dua pemain lainnya adalah Gunawan Dwi Cahyo dan Rahmat Latif.

Sebelum menentukan pilihannya, Alfred Riedl telah menyeleksi lebih dari 80 pemain yang dilakukan dalam tiga fase sejak tanggal 7 Januari. Para pemain terpilih ini akan mulai menjalani pelatnas pada tanggal 24 Januari 2010, dan akan digembleng sebelum menjalani laga kandang melawan Turkmenistan.

Sementara kepastian Ruben Wuarbanaran masuk ke dalam skuad ini akan ditentukan dari proses naturalisasi pemain berdarah campuran Indonesia-Belanda tersebut.

Daftar Lengkap Skuad Pra Olimpiade 2011:
1. Kurnia Mega (Arema Indonesia)
2. Arditani Ardiyasa (Persija Jakarta)
3. Muhamad Ridwan (Persita Tangerang)
4. Abdul Hamid Mony (Persiba Balikpapan)
5. Safri Umi (Persiraja Banda Aceh)
6. Diaz Angga Putra (Persib Bandung)
7. Ahmad Farizi (Arema Indonesia)
8. Gunawan Dwi Cahyo (Sriwijaya FC)
9. Rahmat Latif (Sriwijaya FC)
10. Fachrudin (PSS Sleman)
11. Septia Hadi (PSPS Pekanbaru)
12. Okto Maniani (Sriwijaya FC)
13. Dendi Santoso (Arema Indonesia)
14. Egi Melgiansyah (Pelita Jaya)
15. Hendro Siswanto (Persela Lamongan)
16. Ramdani Lestaluhu (Persija Jakarta)
17. Nasution Karubaba (Perseman Manokwari)
18. Engelberth Sani (Pelita Jaya)
19. Johan Yoga (Persib Bandung)
20. Rishadi Fauzi (Persita Tangerang)
21. Aris Alfiansyah (Persela Lamongan)
22. Titus Bonai (Persipura Jayapura)
23. Risky Novriansyah (Persijap Jepara)
24. David Lali (Persipura Jayapura)
25. Yongki Aribowo (Arema Indonesia)
26. Ruben Wuarbanaran (dalam proses WNI & paspor Indonesia)

Friday, January 14, 2011

Hari Ini Lewis Carol (pengarang alice in wonderland) Meninggal



















Lewis Carroll (nama samaran dari Charles Lutwidge Dodgson) adalah seorang penulis, fotografer, pendeta Anglikan, dan matematikawan asal Inggris yang menulis dongeng anak-anak terkenal, Alice's Adventures in Wonderland.[1] Lewis Carroll mempelajari ilmu matematika dan logika di Universitas Oxford hingga menjadi guru di tempat tersebut.[2] Pada tahun 1861, dia menjadi seorang diakon di Gereja Katedral Kristus setelah menerima perintah suci dan berkomitmen untuk tidak menikah.[1] Pada tahun 1865, dia menerbitkan dongeng lengkap Alice's Adventures in Wonderland yang di dalamnya terdapat ilustrasi hasil karya John Tenniel.[2] Pada tahun 1871, sekuel dongeng tersebut diterbitkan dengan judul Berburu Snark (The Hunting of The Snark) dan dia juga menulis puisi panjang berjudul Melalui Cermin (Through the looking-glass).[2]

Keluarga

Lewis Carroll merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara, tujuh perempuan dan tiga laki-laki, pasangan Frances Jane Lutwidge dan Charles Dodgson. Dia dibesarkan dalam keluarga yang menjunjung tinggi nilai moral dan Gereja.[1] Kakek buyutnya merupakan seorang uskup, sedangkan kakeknya adalah kapten tentara yang terbunuh pada tahun 1803 ketika kedua anaknya masih bayi.[3] Ayah Lewis Carroll bekerja mengurus bisnis keluarga dan juga mengerjakan Perintah Kudus.[3] Dia pergi ke Westminster, salah satu dari tujuh sekolah umum yang terkenal di Inggris, dan kemudian melanjutkan ke Oxford.[3] Di sana, dia memperoleh gelar di bidang matematika dan bahasa klasik.[4] Charles Dodgson kemudian bekerja sebagai dosen di Oxford hingga pada tahun 1827, dia menikah dengan sepupunya.[3] Selanjutnya, dia bekerja sebagai pendeta di gereja All Saints, Daresbury.[4]

Lewis Carol memiliki dua orang kakak perempuan bernama Frances Jane (1828-1903) dan Elizabeth Lucy (1830-1916), serta delapan orang adik, yaitu: Caroline Hume (1833-1904), Mary Charlotte (1835-1911), Skeffington Hume (1836-1919), Wilfred Longley (1838-1914), Louisa Fletcher (1840-1930), Margaret Anne Ashley (1841-1915), Henrietta Harington (1843-1922), dan Edwin Heron (1846-1918).[5] Carroll dibaptis pada 11 Juli 1832 di gereja ayahnya. Seperti juga adik dan kakaknya, pendidikan awal Carroll diberikan oleh kedua orang tuanya.[4] Di masa kecilnya, sebagian besar buku yang dibacanya adalah buku keagamaan (religi).[4] Bahkan pada usia tujuh tahun, dia telah membaca Pilgrim's Progress, sebuah alegori Kristen yang penting dalam sastra Inggris. Ayahnya mengetahui bahwa Carroll pandai dalam bidang matematika dan dia ingin anaknya mengikuti jejaknya mempelajari matematika di Oxford hingga akhirnya menjadi pendeta.[4]

Keluarga Dogson menderita kesulitan finansial hingga ayahnya berpindah menjadi pendeta di Croft-on-Tees Yorkshire pada tahun 1843. Di sana, mereka dapat tinggal di lingkungan pastoran yang luas dan indah, namun mereka lebih memilih kehidupan yang sederhana. Pada 1 Agustus 1844, Carroll disekolahkan di Sekolah Richmond dan tinggal di rumah kepala sekolahnya. Sekolah tersebut berjarak 10 mil dari rumahnya sehingga orang tuanya dapat mengunjungi Carroll setiap minggu. Orang tuanya melihat bahwa dia hidup dengan baik dan memperoleh pendidikan matematika terbaik. Pada 27 Januari 1846, Carroll masuk ke Rugby School, sebuah sekolah terkenal yang membuatnya menemukan kesulitan sebagai anak yang pemalu dan sensitif. Di sekolah tersebut, dia menderita karena olokan anak-anak yang lebih tua. Walaupun tidak merasa bahagia, Carroll tetap memperoleh nilai tinggi di sekolahnya dan berhasi menerima banyak hadiah. Pada tahun 1848, dia menderita beberapa penyakit, di antaranya batuk rejan dan gondok. Batuk rejan tersebut merupakan penyakit resisten yang kembali kambuh beberapa kali selama masa hidupnya, sementara gondok telah menyebabkan telinga kanannya menjadi tuli.[4]

Seperti harapan ayahnya, Carroll melanjutkan studi ke Oxford walaupun mengalami beberapa hambatan di awal perkuliahannya. Dia harus kembali ke rumahnya di Croft dan menunggu hingga tempat tinggal untunya tersedia sebelum kuliah dimulai. Pada 24 Januari 1851, dia kembali ke Oxford dan tinggal bersama teman ayahnya, Jacob Ley. Dua hari kemudian, dia kembali ke Croft karena ibunya meninggal tiba-tiba di usia 47 tahun. Semasa kuliahnya, Carroll bekerja keras mengerjakan kegiatan sosial, kebudayaan, dan matematika hingga akhirnya dia memperoleh beasiswa Boulter sebesar 20 pound setiap tahun. Pada tahun 1852, Lewis Carroll kembali menerima beasiswa sebesar 25 pound per tahun setelah mengambil bahasa klasik dan matematika sebagai pelajarannya. Bersamaan dengan itu, Carroll juga berhak tinggal di Christ Church College, namun dia diminta untuk mengambil Perintah Kudus dan tidak menikah.[4]

Pada saat Carroll berusaha memperoleh beasiswa di tahun seniornya, dia gagal dalam beberapa ujian. Hal ini dikarenakan kesibukannya dalam kegiatan budaya dan waktu luang yang membuatnya gagal di matematika dan dia akhirnya mengajar beberapa murid. Aktivitas mengajarnya membuat Carroll sibuk dan dia tidak berhasil menerima beasiswa lanjutan. Pada Februari 1855, Carroll juga bekerja sebagai pustakawan di Christ Church

Kematian

Menjelang akhir hidupnya, Carroll mulai mengalami delusi atau khayalan optik yang tidak biasa.[6] Pada awal Januari 1989, Carroll menderita pilek yang akhirnya berkembang menjadi penyakit pada bagian dada dan dokternya saat itu menyarankan dia untuk beristirahat di tempat tidur. Akibat penyakit tersebut, Lewis Carroll mulai mengalami kesulitan bernafas hingga meninggal pada jam 2.30 sore tanggal 14 Januari 1898 di rumah saudara perempuannya.[4] Dia dimakamkan di pemakaman The Mount, Surrey, Inggris, tempat saudara-saudaranya juga dikuburkan. Di atas batu nisannya tertulis, "Di mana Aku berada, di situ juga pelayan-Ku akan berada (Where I am there shall also my servant be). Orbituarinya dipublikasikan di The Times London pada 15 Januari 1898. Setelah kematiannya, Komunitas Lewis Carroll (Lewis Carroll Society) mulai dibentuk di berbagai negara, termasuk Inggris, Selandia Baru, Amerika Utara, dan Jepang